Kemarin 4 november 2016, saya memutuskan tidak ikut demo karena menurut saya pribadi demo adalah cara-cara orang barat liberal anarkis yang diekspor ke negeri ini, yang mana pada saat yang bersamaan saya sebagai muslim merasa tidak bisa menerapakan karena tidak sesuai dengan pemahaman yang saya yakini. Tetapi saya yakin apapun namanya itu, demo 4 november adalah hak konstitusi untuk menyalurkan aspirasi, kekecewaan dan kemarahan yang jelas-jelas sah dilakukan di dalam negeri ini. Untuk itu, mohon maaf kepada sudara-sudaraku yang ikut demo jika pemahaman saya salah dan berbeda. Bukan saya tidak mencintai Islam, tetapi bukankah sejak Al Quran diturunkan kepada nabi kita, sampai saat ini, bahkan oleh kalangan munafikun (orang Islam yang membenci Islam), Al Quran terus dihina dengan berbagai cara? Hauskah kita marah?

Tentu dan itu wajib. Marah itu fitrah manusia. Tidak seperti babi yang tidak punya rasa marah dan cemburu ketika betinanya dicumbu oleh pejantan lainy. Cuma bagaimana rasa marah kita ini harus kita salurkan. Bukankah Islam adalah agama yang memiliki petunjuk yang lengkap yang mengatur bagaimana kita bersikap. Di negeri ini kita memang penduduk mayoritas. Tetapi ingat, bukankah ayah-ayah dan kakek-kakek kita kita sepakat untuk tidak menerapkan hukum Islam kecuali untuk beberapa hal. Jadi bila dalam pemerintahan yang didasarkan syariat Islam, peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan kegaduhan masyarakat apalagi mengandung unsur penistaan segera ditangani oleh petugas yang berwenang, maka di negeri kita ini perlu proses panjang yang sering butuh reaksi masyarakat sebelum akhirnya benar-benar diproses meski terkadang harus bergantung seberapa besar reaksi masyarakat terhadap kasus semacam ini. Agak sulit memang, dalam sistem demokrasi meski jelas ada undang-undang penistaan baik itu penistaan agama atau nama baik seseorang, maka butuh dulu reaksi masyarakat. Artiya kalo masyarakat diam saja maka tidak ada namanya penistaan dan kasusnya "nothing" meski misalkan jelas-jelas sebenarnya memang ada penistaan.

Kita berharap penguasa negeri ini yang notabene mayoritas muslim peka dan segera memproses kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Hukum adalah mekanisme dalam mengatur kehidupan dan ketertiban manusia. Dalam Islam tidak ada menyerahkan hukum kepada Tuhan karena Tuhan telah menegaskan hukum-hukumnya melalu kitab Nya dan telah dicontohkan oleh nabi-nabi Nya. Hanya hukum akhirat dan segala apa yang luput dan memang tidak dapat dilaksanakan manusia yang bisa kita kembalikan kepada Tuhan. Untuk itu demi keadilan dan penegakan hukum maka, siapaun yang jelas dan terbukti melakukan penistaan terhadap agama, apapun agama itu dan apapun agama pelakunya, maka janganlah menunggu reaksi masyarkat dan semoga ini menjadi pembelajaran bagaimana hendaknya pemimpin memiliki ahlak yang baik dan menjaga lisanya, siapapun pemimpin itu, dimana dia bertugas dan apapun agamanya. Bukankah Nabi kita berkata, “Demi Allah, apabila Fatimah (Putri Nabi) Mencuri, maka aku yang akan memotong Nya”.

Tetapi, hendaknya kita juga menahan diri dan tidak terlalu berlebihan dalam bersikap. Kedepan, untuk permasalahan seperti ini cukup kemarahan kita diwakili oleh MUI saja, sebagai lembaga yang sah. Jangan dengar dan terpropokasi oleh kaum munfaik yang selalu mempertanyakan legalitas dan keputusan MUI. Ini aturan mainya. Kalau tidak sependapat dengan MUI silahkan kalian datang ke MUI atau jika tidak ada titik temu silahkan kalian pengaruhi presiden utuk membubarkan MUI. Itu cara yang benar ketimbang membuat masyarakat bingung. Bukankah MUI itu terdiri dari beberapa kelompok organisasi Islam yang resmi? Pertanyaanya, jika MUI tidak kompeten lantas apakah kalian merasa lebih kompeten? Bagaiaman jika mayoritas masyarakat juga tidak mempercayai kalian? Dan bukankah itu fakta kecuali segelintir Munafikin yg terpengaruh faham liberal dan pluralisme buta dan absurd untuk diterapkan. Jika kalian tidak mengingkan MUI dan masyarakat tidak meginginkan kalian, lantas apakah umat Islam harus berfatwa dan bersikap sendiri-sendiri? Sampai kapan kalian akan mengedepankan polemik dan membingungkan masyarakat?

Kembali pada masalah Ahok, pada akhirnya, kita harus berlapang dada apapun keputusan yang akan diambil pemerintah. Mari kita kembalikan semua kepada pemerintah dan penegak hukum, bukankah taat kepada pemerintah (Penguasa) adalah bagian dari tauladan nabi dan para sahabat sebagai generai terbaik. Mari kita sikapi masalah ini dengan cara yang benar. Tidak mungkin menginginkan kebenaran dengan cara yg tidak benar. Lawanlah hinaan terhadap Al Quran dengan cara “MENGAMALKAN” Al Quran. Mudah bukan?

Manusia memang sering memiliki pemikiran dan niat baik. Tetapi baik bagi manusia belum tentu baik bagi Allah dan bagi kita umat Islam, sudah jelas demo sebaik apapun caranya dan apapun mau diartikan, bukanlah cara kita karena Islam mengajarkan cara yang lebih bermartabat. Bukankah para khawariz mendemo Khalifa Ali Bin Abi thalib? Dan bukankah cara para khawariz itu sudah diperingatkan oleh nabi kita?

Demo mungkin baik, tetapi juga banyak mudhorotnya. Apakah kita hidup dalam pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam atau Demokrasi, tetap saja mekanisme nya adalah menyerahkan kepada pemerintah. Bedanya dalam pemerintah yang berdasarkan syariat Islam, maka tak perlu reaksi umat untuk memproses kasus-kasus demikian karena semua itu adalah kewajiban pemerintah.
Ada beberapa hal yang mesti kita jadikan pelajaran Pasca demo 4 november 2016. Salah satu keburukan demo yg dilakukan atas nama Islam adalah stigma buruk terhadap Islam itu sendiri dan muncul nya komentar-komentar dari pembenci-pembenci Islam serta orang-orang bodoh yang tidak memahami Islam tetapi berbicara seolah-olah memahami Islam. Memang ada sedikit keuntunganya, yaitu kita bisa melihat orang-orang munafik yang tidak malu-malu menampakkan kemunafikanya baik dari orang yang ber KTP Islam tapi membenci Islam maupun dari penggiat demokrasi yang munafik. Memang tidak semua penggiat demokrasi itu munafik.

Memang Aneh. Mereka, para penggiat demokrasi yang dalam hatinya ada penyakit,  terus menerus menyeru demokrasi dan menuntut kebebasan berorasi dan unjuk rasa tetapi pada saat yang sama ketika umat Islam mengambil haknya dalam berdemokrasi secara resmi maka mereka mencibir dan mencaci. Bukankah dalam Demokrasi demo adalah sesuatu yang halal. Bukankah merekapun melakukan demo untuk kepentingan mereka? Bukankah demo adalah sesuatu yang sudah biasa dinegeri ini dan menjadi tren dunia? Bukankah demo itu berarti tuntutan, minta perhatian pemerintah, menekan pemerintah. Apa bedanya demo anti Korupsi, Demo Kenaikan BBM, Demo Save KPK, Demo ini, demo itu, demo Tahun 1998 yg menjadikan anda semua bebas berbicara dengan demo umat Islam meminta agar penguasa ini bersikap tegas.

Ingatkah penggiat demokrasi itu, saat dimana SBY berkuasa dan menaikan harga BBM. Ada Partai yang ikut demo BBM dan membaur dengan masyarakat. Kemudian ketika partai itu berkuasa, tidak malu-malu mereka langsung menaikan BBM. Saat ini, ketika ada anggota DPR ikut demo 4 November mereka dan simpatisan mereka mencibir seolah lupa bagaimana mereka pernah melakukan hal yang sama saat SBY Berkuasa.

Bagi para penggiat demokrasi yang munafik, demo itu halal ketika mereka yang melakukan. Tetapi ketika umat Islam berdemo, maka seketika demo seolah-olah menjadi sesuatu yang NASJIS dan MENJIJIKAN, sekali lagi NAJIS dan MENJIJIKAN. Pelakunya Intolerant. Tukang Memaksakan kehendak, Tukang Ngamuk, Jual Agama. Lagipula apakah ada demo yang murni beretika sesuai agama? Bukankah demokrasi kita saat ini berdiri diatas darah korban demo tahun 1998? Masya Allah.....ternyata penyakit munafik ada juga pada penganut demokrasi.

Lihatlah, demo kemarin, digiring, digambarakan dan dibesar-besarkan seolah-olah demo tersebut adalah sikap intolerant terhadap agama lain, sehingga orang-orang Munfaik dari kalangan umat Islam berkoar-koar cari perhatian minta perhatian keapada umat agama lainya seolah-olah mereka adalah pahlawan, pembela kaum tertindas. Mereka ngoceh seolah-olah selama ini umat Islam telah berlaku tiadk adil dan selalu menistakan agama umat lainya. Dapatkah mereka itu mendatangkan bukti bahwa kita umat Islam telah melakukan ketidak adilan kepada saudara-saudara kita non muslim? Apakah mereka menutup mata terhadap pencaci Islam dinegeri ini? Apakah mereka dapat membuktikan bahwa Islamlah yang duluan mencaci, menista dan menghina non Muslim?

Apa yang dikatakan itu sebenarnya Jauh api daripada panggang. Jelas-jelas demo 4 november adalah demo sebagai reaksi atas kemarahan umat Islam kepada Ahok pribadi, bukan kepada umat beragama lainya dan itupun dilakukan sesuai aturan demokrasi, tidak liar dan memiliki izin resmi. Kenapa para munafik itu merengek dan meratap meminta agar umat Islam sadar atas sikap nya selama ini,seolah-olah umat Islam adalah Robot yang tidak punya hati nurani dan hanya para munafik itu saja yang memiliki hati nurani.

Wahai penggiat dan pencinta demokrasi, bukankah demo yang dilakukan umat Islam 4 November adalah bagian yang sah dan halal dalam ajaran demokrasi yang kalian dengungkan dan banggakan? Mengapa kalian tiba-tiba seolah-olah menjadi orang yang alergi dengan demokrasi? Atau dari mana kalian memiliki aturan bahwa demokrasi tidak boleh atas nama agama? Darimana kalian punya barometer untuk menentukan bahwa demo yg dilakukan 4 november itu adalah bengis kejam, memaksakan kehendak sementara demo yang lain tidak?

Whai penggiat demokrasi, darimana kalian bisa memastikan bahwa seluruh pengikut demo adalah orang yang dibayar, orang yang ingin menjatuhkan Ahok karena urusan Pilkada? Apakah kalian tau isihati mereka? Bukankah Fitnah lebih kejam dari pembunuhan? Mengapa kalian tidak bisa ber husnudzon? Bagaimana kalian tiba-tiba menuunjukan permusuhan dan ketidak percayaan kepada umat Islam?

Demo 4 November, mungkin saja ada yang mendompleng. Mungkin saja ada orang-orang yang punya agenda lain. Tetapi itulah yang harus dibayar dari demo yang merupakan bagian dari demokrasi. Siapa saja bisa ikut. Siapa saja bisa menyusup. Siapa saja bisa membuat suasana menjadi tak tekendali. Apakah kalian seolah-olah lupa, bahwa tak pernah terjadi demo didunia ini? Lantas adakah demo yang sama sekali bersih dari rusuh? Ingat bukankah demokrasi kita ini dibangun di atas darah korban-korban kerusuhan 98? Lihat demo yang diekspor ke Timur Tengah. Bukankah awal muasal kerusuhan itupun terjadi karena demo. Bukankah demo itu menuntuk kebebasan berbicara yang dihembuskan oleh orang-orang barat liberal anarkis?

Satu hal yang paling disayangkan dari demo kemarin adalah adanya beberapa gelintir dari umat lain yg juga ikut sibuk memaki dan mencaci para pendemo. Mereka terjemahkan Aksi demo itu sebagai “NGAMUK” Seolah-olah Islam tidak mengenal ahlak dan tidak memiliki ajaran ahlak. Seolah-olah mereka saja yang memiliki konsep memaafkan musuh meski hal ini bisa kita pertanyakan dan uji dalam ajaran mereka sendiri. Padahal marah dan memaafkan adalah bagian dari ajaran Islam yang jelas mulai dari adab serta saluranya. Tidak abstrak, tapi jelas. Nabi kita memaafkan banyak musuhnya ketika menaklukan Mekkah, tempat dimana beliau pernah terusir dan dianiaya. Lalu Manakah yang lebih mulia, memaafkan manusia yang menyakiti kita saat kita punya kesempatan untuk membunuh dan membalas dendam hinaan tersebut ataukah memaafkan musuh kita saat nyawa kita berada ditangan mereka? Apakah ada artinya? Tentu saja, dalam hukum, memaafkanpun ada mekanismenya.
 
Saudaraku yang berbeda keyakinan dan ikut terjerumus dalam caci mencaci dan sindir menyindir pada persitiwa demo 4 november, hentikanlah sikap demikian. Mari kita benar-benar menyeru kedamaian dan tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan ini. Janganlah kalian terpropokasi dan terperdaya oleh kalangan munafik dari kelompok Islam yang seolah-olah membela kalian padahal justru dapat membuat kalian pada posisi yang sulit. Mereka adalah orang-orang yang berpura-pura lupa dengan masalah sebenarnya. Ingatlah dan camkanlah,   demo yang dilakukan umat Islam adalah bagian dari kesepakatan politik dalam negeri Demokrasi. Titik, janganlah kalian cari-cari cacat dan hinanya karena itu sama saja kalian membongkar kehinaan semua yang mendambakan negeri ini menjadi demokrasi yang bebas menyatakan pendapat dan teriak-teriak dijalan menyerukan aspirasinya.

Wahai penggiat demokrasi, kalian benar. Ini negeri demokrasi. Maka janganlah tunjukan muka dua terhadap orang yang menjalankan aspirasi demokrasi. Janganlah kalian buat masyarakat ini bingung. Bukankah kalian selalu menyeru "Damai", bagaimana menciptakan damai dengan menebarkan kebencian? Kalau kalian menilai demo 4 november adalah aksi menebar kebencian maka apa bedanya kalian?

Wahai saudaraku yang berbeda keyakinan, marilah benar-benar mencipatakan damai dan ketenangan antar umat beragama. Jangan hanya damai dalam mulut, tetapi berbeda dalam praktek. Jika kalian ingin mendukung Ahok, dukunglah. Tidak ada yang melarang mendukung ahok, tetapi hindari dan tahanlah diri kalian dari nafsu terlibat dalam konflik internal umat Islam. Tidak semua umat Islam , yg tidak ikut berdemo itu otomatis membenarkan segelintir munafikun yang menentang para pendemo, melainkan lebih kepada cara menyalurkan aspirasi yang lebih baik. Kami tidak menutup mata adanya oknum-oknum yg tukang mencaci dan jangan pulalah kalian merasa seperti malaikat bahwa tidak terdapat oknum-oknum pencaci dari kalangan kalian.

Wahai saudaraku yang berbeda keyakinan, masalah penistaan adalah masalah yg peka bagi kita semua.  Sebagai minoritas apapun agama kita dan dimanapun kita tinggal, pasti kita akan lebih mampu menahan diri karena memang tidak ada pilihan yang lebih baik dari itu. Maka itu, janganlah kalian menutup mata, meremehkan dan merasa bersikap lebih baik dari umat Islam seolah-olah kalian ini malaikat yang turun dari langit.  Sebagian Muslim juga hidup sebagai minoritas diberbagai negara dan perlakuan tidak menyenangkan pun banyak dirasakan. Marah? Harus. Nagmuk, lihat hukum yang berlaku. Itulah kejelasan dalam Islam. Jelas tidak samar. Islam adalah agama berdasarkan Dalil bukan menurut interprestasi pribadi-pribadi.

Tentu saja kami yang mayoritas malu jika harus bermusuhan dengan kalian dan kami samasekali tidak menginginkan pertikaian itu. Kalau ada dari saudara-saudara kami yang berlaku tidak adil dan menghina atau memperlakukan kalian dengan tidak menyenangkan maka itu adalah oknum dan biarlah hukum yang berbicara. Tetapi jika itu luput dari hukum, maka bersabarlah dan serahkanlah kepada Tuhan.

Akhirnya umat Islam dari berbagai kalangan dan kelompok (Bukan hanya FPI saja sebagaimana yg mereka kira) telah menyalurkan aspirasinya. Mari kita serahkan kepada proses hukum. Jangan kita benci Ahok sebagai pribadi. Tetapi bencilah Ahok atau siapapun dan apapun agamanya termasuk umat Islam sendiri atas kualitasnya yang tidak mampu mengkontrol kata-katanya apalagi sebagai pemimpin. Semoga semua ini jadi pembelajaran. Mulutmu harimaumu. Semoga menjadi pelajaran bagi para pemimpin.

Semoga negeri ini aman dan damai untuk semua penduduknya apapun agama mereka. Kepada umat Islam, marilah kita terus belajar. Pemimpin kita saat ini adalah cerminan kualitas kita. Ini adalah Sunnatullah. Ketika kita benar-benar memahami agama kita, ketika kita benar-benar berkualitas, maka Allah Azza Wajalla akan menurunkan kepada kita pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Dan itu janji Allah. Dan ingatlah kekuasaan itu adalah sesuatu yang dipergilirkan dan itu adalah ketetapan Allah. Maka sebagai umat Islam, seperti apapun pemimpin-pemimpin kita itu adalah bagian dari ketetapan Allah.

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

Dan hendaklah Perintah Allah kepada Musa dan Harun, sebagaimana juga nabi kita contohkan, kita terapkan dalam menasehati pemerintah (penguasa) dan serahkan semua tugas ini kepada para ulama yang selalu siap menasehati pemerintah dengan kata-kata yang lembut.

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thaha 42-44)
Oktar Achmad

Posted in

,

Spread the love


Perdebatan antara pendukung bumi datar (Flat Earter) dan pendukung bumi Globe (Globe Earther) kembali menjadi topik hangat dalam sebulan ini. Pasalya banyak video di youtube dimana pendukung Flat Earth banyak mengupload video yang berusaha membuktikan bahwa bumi ini datar tidak bulat,-orang kita sering bilang bulat maksudnya Globe atau seperti bola dan arti ini terkadang ambigu dengan pengertian bumi ini bulat pada sisi tepinya.

Tentu saja kedua belah pihak saling mengklaim siapa yang paling benar. Pendukung teori bumi bulat sebagai pendapat mainstream dimuka bumi ini, merasa diatas angin dan sering melecehkan dan metertawakan seolah-olah para pendukung pendapat bumi ini datar adalah sesuatu yang bodoh dan kacau. Benarkah demikian?

Sebelum kita membahas lebih jauh, maka untuk memudahkan saya akan membuat istilah yang dengan istilah itu kita mampu membedakan apa saja perbedaan pandangan antara pendukung bumi datar (Flat Earth) dengan bumi bulat (Globe Earth)

Pendukung Bumi Bulat dalam arti Globe atau bola sebenarnya adalah bagian dari teori mainstream tata surya atau dalam istilah inggrisnya adalah Solar System, yaitu teoru yang menyatakan bahwa bumi berbentuk seperti bola (Globe), berputar pada porosnya (berotasi) dan mengelilingi Matahari. Bumi adalah salah satu dari sembilan planet yang mengitari matahari. Matahari adalah pusat Tata Surya dan merupakan salah satu bintang yang berpijar yang berada dalam sebuah galaxy. Galaxy adalah gugusan bintang-bintang. Terdapat sekitar 200 milyar galaxy di alam raya (universe).  Selain dikelilingi oleh planet-planetnya, Matahari sendiri bergerak mengelilingi galaxy dimana dia berada, yaitu Galaksi Bima Sakti. Ukuran Bumi dan planet-planet lainya adalah jauh lebih kecil dari Matahari dan Bumi adalalah bagaikan debu dalam jagad raya (universe) menurut teori tata surya (solar System).

Dalam Solar System Arah adalah relatif dikarenakan seluruh benda diruang adalah berbentuk Bola (Globe) dan berputar pada posrosnya. Contoh, kalau pagi kita berada di Timur, maka dua belas jam kemudian kita berada di Barat.  Arah atas adalah tergantung dimana kita berada. Kalau kita berada di Bulan maka Bumi berada di atas sementara saat kita berada di Bumi maka Bulan lah yang berada di atas. Semua orang yang berdiri di Bumi dan menunjuk ke arah atas maka itulah atas tidak masalah atas itu berada dibagian bumi bawah atau sampirng kiri dan kanan. Begitu juga sebaliknya arah bawah yang munjuk kepada Bumi. Dan ini memang salah satu bagian yang aneh setidaknya menurut akal sehat kita. Kita akan mengujinya nanti.

Bagi pendukung bumi datar (Flat Earther), Bumi ini datar dan tidak bergerak. Datarnya Bumi tidak berarti bumi ini rata mulus seperti lapangan bola.  Bumi tidak mengelilingi Matahari, sebaliknya Matahari dan Bulan lah yang bergerak mengelilingi Bumi.  Ukuran Bumi adalah sangat jauh lebih besar dibanding Matahari dan Bulan, sementara ukuran Bulan dan Matahari kurang lebih adalah sama.  Jarak Matahari dan bulan dikatakan dekat dengan Bumi, setidaknya tidak se fantastis apa yg disebut oleh teori solar system yaitu jutaan kilo meter.  Matahari adalah Matahari dan ia bukanlah bintang dan Bintang bukanlah Matahari. Bintang terletak sangat jauh  dari Bumi.  Batas Bumi datar adalah adalah dinding Es di Antartika. Jadi antartika bukan lah benua melainkan dinding Es disekelilingi Bumi yang sejauh ini tak seorangpun dapat melintasinya. Sementara bentuk keliling atau tepi Bumi adalah bulat. Sinar Matahari bersifat lokal. Artinya Karena matahari didesain untuk menerangi Bumi, maka sinarnya hanya berpengaruh disekitar bumi, dan itulah kenapa Antartika atau batas Bumi selalu dingin.

Teori Flat Earth, tidak mengenal relatifitas Arah sebagaimana teori Solar System.  Jika kita berada di Bumi dan menunjuk ke bulan, maka bulan adalah arah atas bagi kita. Sebaliknya jika kita berada di Bulan dan menunjuk ke bumi, maka bumi terletak di bawah. Begitu juga Langit adalah apa-apa yang ada diatas Bumi dan Bumi adalah apa-apa yang ada di bawah Langit.

Sejujurnya ide dan bukti-bukti yang disuguhkan pendukung Flat Earth lebih logis. Dan bagi saya argumenya mudah dicerna karena memang seperti itulah yang kita rasakan.  Kita merasakan Matahari yang berjalan dari timur ke barat, begitu juga Bulan. Dan bagi saya Ini lebih dekat kepada fakta bukan perasaan sebagaimana teori yang menyatakan bahwa bergeraknya kendaraan yang berhenti adalah akibat adanya kendaraan yang bergerak diluar kendaraan yang kita tumpangi. Sepengetahuan saya sepanjang pengalaman saya naik pesawat, saya melihat  Bumi  ini memang Flat bahkan horizon tampak lurus tidak cekung. Dan itulah akhirnya kenapa saya berani mempertanyakan benarkan bumi kita ini mengelilingi matahari?

Bagi pendukung Globe Earth (Bumi seperti Bola) muslim,  ide Bumi Datar (Flat Earth) adalah ide kuno yang memang sudah lama ada dan layak untuk dibantah karena bagi mereka ide ini adalah ide bodoh dan lucu. Lebih lamjut, bagi mereka Pendukung ide Bumi Datar kalangan muslim adalah kumpulan orang-orang yang anti SAINS dan sering menterjemahkan Al-Quran secara letter lux alias apa adanya. Bahkan tidak jarang mereka menghubungkan issue ini dengan kelompok yang mereka sebut Salafi Wahabi. Sebenarnya ini keliru. Justru dikalangan apa yang mereka namakan kelompok salafi wahabi, umumnya mereka berpendapat sebagaimana pendapat teori mainstream yaitu Solar System, meskipun ada beberapa ulama mereka yang berpikir sebaliknya. Faktanya sikap ini memang bukan persoalan wahabi atau bukan karena pro kontra Flat Eart dan Globe Earth juga terjadi dikelompok islam manapun. Tetapi sebagaian kelompok yang sering memaki kelompok ini,  justru tampak memaksakan pendapat, sehingga semua hal-hal yang jelek dan rendah selalu dikaitkan dengan apa yang mereka juluki dengan salafi-wahabi. Silahkan anda mencoba mempertanyakan solar system dan siap-saiaplah anda di cap Wahabi.

Mereka, pendukung teori mainstream, adalah kelompok yang begitu yakin bahwa Al-Quran adalah Kitab yang selalu sesuai dengan pengetetahuan modern. Padahal bisa jadi pengetahuan modern pun adalah pendapat yang bisa salah karena memang SAINS bukanlah Tuhan.  Teori Evolusi adalah salah satu contoh salahnya SAINS atau pengetahuan modern.  Gravitasi dalam arti Bumi mampu menarik benda-benda lain, pun masih menjadi pertanyaan. Tidak tanggung-tanggung, mereka mengklaim bahwa peletak ide Bumi mengelilingi Matahari adalah ilmuwan Muslim.

Tampaknya ini adalah gejala adanya perasaan Imperior Complexs bahwa  Globe Earther khawatir bahwa pendapat Muslim pendukung Flath Earth yang menyelisihi SAINS akan menjadi bahan ejekan yang akan berdampak timbulnya opini bahwa muslim adalah agama terbelakang. Pendapat ini sebenarnya keliru, Justru dilua sana-dinegeri orang kulit tak berwarna, penentang Solar System adalah orang-orang yang mengakui Tuhan. Bahkan dengan bangga mereka mengatakan bahwa Bible (kumpulan kitab nabi-nabi dari bani Israil) dengan jelas menyatakan bahwa Bumi ini adalah Flat bukan Globe. Dan keyakinan ini sebenarnya bukanlah keyakinan Asing bagi mereka.

Pada sisi yang lain mereka-Globe Earther,  membantah semua ayat-ayat Al-Quran dan Hadist yang dijadikan argumen pembenaran oleh Flat Earther. Mereka meyakini bahwa tak satupun ayat Al-Quran yang jelas mengatakan bahwa Bumi ini datar dan Matahari mengelilingi Bumi. Bagi mereka Al-Quran bukanlah kitab yang berbicara tentang Astronomi. Sebaliknya mereka justru merasa yakin bahwa Al-Quran selalu sejalan dan tidak mungkin menyelisihi SAINS sehingga ayat-ayat yang diklaim pendukung Flat Earther justru digunakan untuk mendukung pendapat Globe Earther. SAINS semacam standard baru bagi mereka.  Apa saja ayat Al Quran yang tampak mendukung SAINS bagi mereka itu benar. Sebaliknya, Jika tidak sesuai dengan SAINS maka mereka katakan itu adalah karena salah tafsir.

Logika ini jelas sekali. Silahkan pembaca browsing artikel-artikel yang membahas tata surya dan kebesaran Allah dimana mereka kutip ayat-ayat Al-Quran seolah-olah ayat-ayat tersebut mendukung teori tersebut. Contoh yang paling lucu adalah teori Big Bang. Dengan bangga mereka katakan bahwa 1400 tahun yang lalu Al-Quran telah menyatakan pendapat ini. Ayat Al-Quran yang mereka jadikan pembenaran adalah surat Al Anbiya,  yang menyatakan bahwa “Langit dan Bumi dulunya adalah sesuatu yang padu.  Padahal jauh sekali antara Al-Quran dengan teori Big Bang yang absurd.

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Al-anbiya:30)

Pemisahan langit dan Bumi adalah sesuatu yang dikehendaki Tuhan, bukan sesuatu yang liar sebagaimana yg disebut “Ledakan” Dasyat dari dari sebuah benda kecil yang bermuatan energi panas. Al-Quran mengatakan Alam ini (Langit, bumi dan apa yang beada diantara keduanya) adalah sesuatu yang sengaja didesain sedemikian rupa. Bahkan Al-Quran dengan jelas menceritakan fase-fase penciptaan langit dan bumi.  Sementara teori big bang jelas-jelas adalah ide yang muncul dari imajinasi tidak adanya Tuhan. Artinya Alam ini terjadi secara kebetulan dan mengembang akibat ledakan dasyat yang mampu menciptakan kerumitan yang justru tidak mungkin terjadi jika tidak ada desain yang cerdas. Sejak kapan Tuhan meledakan benda kecil sehingga Alam ini terjadi secara liar berdasarkan ledakan.

Alam ini didesain dengan sangat baik oleh Tuhan, bukan karena ledakan liar. Ini adalah pemikiran yang kacau balau dan sesat. Orang Yahudi dan Kristen yang taat sekalipun, akan berlepas diri dari teori ledakan yang absurd ini, mengapa justru umat Islam mendukungnya?

Sejujurnya, saya bukanlah pendukung Flat Earther sebagaimana yang digambarkan diluar sana. Tetapi saya tidak bisa netral. Saya akan berprinsip. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Bagi saya dan dengan agama yang saya yakini ini, ide Flat Earth ini justru begitu logis dan tidak bertentangan dengan Al-Quran. Mengapa? Jawabanya adalah berangkat dari kemalasan kita merenungi Al-Quran secara umum dan penciptaan langit dan bumi secara khusus, padahal Allah, menyuruh kita untuk memikirkanya. Kita sudah berpikir mapan dan bahkan tergila-gial dengan SAIN yang kita anggap tidak akan salah. Apapun yang menyalahi SAINS maka itu salah. Dan jika itu datang dari Al-Quran, maka orang yang menggunakan Al-Quran tersebut yang keliru. Disinilah mereka bersikap ambigue dan menerapkan standard ganda. Mari kita perhatikan dan analisa dengan pemikiran jernih.

Di luar sana, perdebatan yang sering menjadi debat kusir adalah akibat pembahasan yang tidak fundamental. Sebagai contoh klaim-klaim masing-masing pihak meskipun didukung oleh gambar, video dan apapun yang menurut masing-masing di klaim sebagai bukti atau fakt ilmiah, justru membawa kita jauh dari inti persoalan. Apa itu inti persoalanya?

Sebuah bangunan yang pondasinya lemah maka akan mudah kita rubuhkan.  Pondasi disini adalah keyakinan kita sebagai umat Islam. Tampaknya kita memang sudah termakan doktrin SAINS yang sebenarnya bertentangan dengan Al-Quran.  Banyak pertanyaan bisa kita ajukan untuk membuktikan kebenaran teori Solar System yang akan membuat keyakinan anda pada teori Solar System akan runtuh.  Siapkan anda melihat kenyataan?

Agar mudah, pada tulisan ini saya akan membahas dari perspekti benarkah Bumi kita mengelilingi matahari? Tentu saja pembahasan ini memungkinkan kita untuk bertanya hal-hal terkait dengan pertanyaan ini. Untuk itu, agar  mendapat jawaban yang benar dan memuaskan akal sehat kita, mari kita lihat pondasi yang benar dalam memahami penciptaan alam (langit dan bumi) berdasarkan Al-Quran.

Agar artikel ini tidak terlalu panjang, maka saya tidak akan menyalin ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan kecuali apa yang saya rasakan perlu. Selain itu, saya yakin, secara garis besar para pembaca cukup memahami ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan Penciptaan Langit dan Bumi" berdasarkan Al-Quran.

Pertanyaan yang sering diajukan dari penciptaan Al-Quran adalah mana yang lebih dulu diciptakan (disempurnakan), Langitkah atau Bumi kah? Jawabanya ada dua. Tetapi dalam membahas masalah ini, saya memilih pemahaman bahwa penciptaan dan penyempurnaan Bumi dikerjakan lebih dahulu dari Langit dan ini saya sandarkan kepada Surat Fussilat (9-14). Selai itu saya akan pastikan, bahwa kronologi apakah langit atau Bumi yang lebih dulu disempurnakan sebenarnya tidak akan berdampak kepada logika penciptaan itu sendiri. Singkatnya mari kita lihat dan kita buat kronologi penciptaan berdasarkan Al-Quran.

Pertama : Allah mengatakan bahwa Langit dan Bumi dulunya adalah sesuatu yang padu.

Perhatikan. Bumi dan Langit adalah sesuatu yang padu. Sesuatu yang padu itu, bukanlah titik kecil yang disebut dalam terori bigbang, yang adanya kepadatan material dan suhu tinggi yang akhirnya meledak dan menciptakan alam raya ini secara liar.

Untuk memudahkan, kita membuat permisalan bahwa Langit dan Bumi bagai dua buah uang logam yang menumpuk kemudian dipisahkan. Tentu saja dipisahkan atas kehendak Allah, bukan karena ada suhu panas atau apapun yg disebutkan dalam teori Big Bang. Al-Quran banyak menjelaskan bahwa Langit dan Bumi adalah sesuatu yang identik atau pasangan.

"Allah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu" (QS. At-Thalâq, (65):12)

Ini bagaikan manusia yang berasal dari diri yang satu. Langit dibuat menjadi tujuh lapis, begitu juga bumi. Di bumi ada kehidupan, begitu juga dilangit. Bumi dtempatkan dibawah sementara langit Allah tinggikan, sehingga ada ruang diantara keduanya dan keduanya adalah batasan ruang itu sendiri.

Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari atau masa. Penyempurnaan penciptaan bumi adalah empat hari/masa terdiri dari penyempurnaan bumi itu sendiri dua hari/masa dan penyelesaian segala urusan di Bumi dalam dua hari/masa. Setelah itu Allah menciptakan Bulan dan Matahari sebagai cahaya dan pelita.

Kedua : Penyempurnaan Bumi dan penciptaan Bulan dan Matahari.

Dibutuhkan waktu Empat hari/masa untuk menciptakan (menyempurnakan bumi), kemudian sesudah penyempurnaan penciptaan Bumi, diciptakanlah Bulan dan Matahari sebagai cahaya dan penerang. Tidak disebutkanya waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan Bulan dan Matahari menunjukan Bulan dan Matahari bukanlah sesuatu yang besar atau dengan kata lain penciptaanya lebih mudah dari penciptaan Bumi. Perbandingan besarnya benda-benda  yang diciptakan Allah dinyatakan oleh Allah dalam surat Gofir ayat 57 :

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Jelas disini bahwa penciptaan Bumi adalah suatu penciptaan yang besar dan perbandingan Allah kepada manusia,  bukan kepada Bulan dan atau Matahari menunjukan bahwa perbandingan dengan Bulan dan Matahari bukanlah perbandingan yang sepadan.  Kita ketahui, manusia adalah mahluk uniqe yang sangat kompleks dan ini tidak terbantahkan. Inilah kemungkinan mengapa Allah membandingkan penciptaan bumi dengan penciptaan Manusia bukan Bulan dan Matahari.

Bulan dan Matahari diciptakan tepat setelah penciptaan (penyempurnaan) Bumi selesai. Silahkan anda chek disurat Fussilat 9-14. Kronologi ini menunjukan bahwa Kronologi penciptaan didasarkan kepada ukuran yaitu diciptakan Bumi dan segala urusanya yang sangat besar dengan waktu empat hari dan disusul dengan penciptaan Bulan dan Matahari tanpa penyebutan waktu khusus yang menunjukan bahwa lebih mudahnya dan lebih kecilnya penciptaan Bulan dan Matahari.

Selain itu, Allah juga menyatakan bahwa luas surga itu adalah seluas langit dan bumi.  Hal Ini selain menunjukan keidentikan Langit dan Bumi juga menunjukan bahwa besar nya penciptaan Bumi dan Ukuran Bumi tidak bisa dibandingkan dengan Matahari, Bulan dan juga Bintang. Disini jelas sekali bahwa Bumi itu lebih besar dari Matahari.


Ketiga : Penciptaan dan Penyempurnaan Langit dan Bintang.

Maih pada surat Fussilat, setelah menyelesaikan  Bumi, Allah menuju Langit dan menyempurnakan penciptaan Langit dalam dua hari/masa serta menjadikan langit menjadi tujuh lapis. Maka tepat setelah sempurnanya penciptaan langit dalam dua masa, Allah menciptakan bintang-bintang yang diletakan di Langit terdekat (lapisan langit paling dekat dari bumi) sebagai penghias. Dalam penciptaan bintang-Bintang juga tidak disebutkan berapa lama waktu yang dibutuhkan dan ini  menunjukan bahwa proses penciptaan Bintang merupakan penciptaan yang tidak sebesar penciptaan Langit itu sendiri.

Allah jelas-jelas mengatakan bahwa Bintang adalah sebagai penghias. Tentu saja ini juga menjadi bantahan teori Solar System yang menyatakan bahwa Matahari adalah bintang-bintang besar yang berpijar yang ukuranya lebih besar dari bumi. Maka tak heran, mereka menyebut bahwa Bumi adalah bagaikan debu di Alam Raya, padahal dalam penciptaan Al-Quraan, Bumi adalah sesuatu yang sangat Besar.

Ke empat :
Dampak pemisahan Langit dan Bumi adalah adanya Ruang (Space), maka ketergantungan yang benar adakah tidak ada Ruang jika tidak ada Pemisahan Langit dan Bumi.

Dimana Bulan, Matahari dan Bintang-Bintang berada? Bulan, Matahari dan Bintang-Bintang adalah benda-benda yang diciptakan tidak di Bumi dan tidak juga di Langit.  Urutan penciptaanya adalah Bulan dan Matahari yang diciptakan setelah penyempurnaan Bumi dan Bintang-Bintang diciptakan setelah penyempurnaan Langit.  Al Quran dengan jelas menyatakan bahwa Bintang-Bintang adalah sebagai penghiasa yang diletakan dilangit terdekat. Apa langit terdekat itu? Karena langit dibuat menjadi tujuh lapis maka Langit terdekat adalah Langit yang paling dekat dengan Bumi yaitu Langit di lapisan Pertama.

Kronologi pemisahan penciptaan Bulan, Matahari setelah penciptaan Bumi dan penciptaan Bintang setelah penciptaan Langit menunjukan bahwa Bulan dan Matahari adalah benda-benda yang berada dekat Bumi sedangkan Bintang-Bintang adalah benda-benda yang berada dekat langit.  Hal ini juga jelas membantah teori Solar System yang mengatakan Matahari adalah Salah satu Bintang di ruang angkasa (space) karena jelas Al-Quran menuyatakan Bulan, Matahari dan Bintang- Bintang adalah individu-individu yang unik.

Jadi, benarkah Bumi mengelilingi Matahari?

Nah, kronologi penciptaan yang saya paparkan adalah gambaran urutan penciptaan yang bisa anda cross check sendiri dalam Al-Quran. Apakah Langit disempurnakan lebih dahulu atau Bumi disempurnakan lebih dahulu, tetapi kurang  lebihya  begitulah proses penciptaan. Saya memegang urutan ini berdasarkan surat Fussilat. Mungkin anda punya pendapat lain, tetapi in Syaa Allah, apakah langit yang lebih dahulu atau Bumi yang lebih dahulu, ini tidak akan berpengaruh terhadap logika penciptaan Alam (Langit dan Bumi).

Paparan penciptaan ini sebenarnya jauh melebihi jawaban atas pertanyaan kita benarkah Bumi mengeliilingi Matahari? Sejujurnya jika anda setuju dengan paparan ini, maka pondasi keyakinan Teori Solar System otomatis akan Runtuh. Jika tidak maka anda bisa buktikan yang sebalikny yang sesuai dengan teori Solar System. Mari kita lihat.

Pertama :
Teori Solar System menyatakan Bumi adalah salah satu benda yang berenang atau melayang di ruang (space) yang mengitari Matahari bersama sembilan benda yang lainya yang mereka sebut sebagai planet.

Tentu saja ini bertentangan dengan adanya Ruang (space) berdasarkan Al-Qur’an. Al Quran jelas mengatakan bahwa Ruang atau Space terjadi karena ada pemisahan Langit dan Bumi. Pertanyaanya adalah dalam hal bagaimana bumi dikatakan sebagai benda yang berenang-renang atau melayang-layang di Ruang atau Space?

Ingat! Tidak ada Ruang jika tidak ada pemisahan Langit dan Bumi. Tidak ada Matahari, Bulan dan Bintang jika tidak ada pemisahan Langit dan Bumi. Ini sangat jelas dan tidak terbantahkan. Maka dalam cara apa mereka menggolongkan Bumi sebagai benda yang melayang-layang diruang? Jelas ini adalah pernyataan Teori Solar System yang Bathil dan bertentangan dengan Al-Quran.

Kita tidak perlu mempelajari rumus-rumus matematika atau Fisika yang rumit untuk menjawab ini. Jika kita katakan Ruang adalah sesuatu yang ada antara Langit dan Bumi ini equal dengan pernyataan bahwa Ruang adalah bagian dari Langit dan Bumi. Maka Apa saja yang ada dalam Ruang adalah bagian dari Langit dan Bumi. Matahari, Bulan dan Bintang adalah benda-benda yang berada di Ruang (Space) Tetapi Langit dan Bumi bukan Benda-benda yang berada di Ruang atau Space.


Kedua :
Teori Solar System mengatakan Bumi adalah Salah Satu Planet dari Sembilan Planet yang mengitari Matahari. Pertanyaanya adalah dalam cara bagaimana? Menyatakan Bumi berada di ruang saja adalah sesuatu kekeliruan menurut perspetif Al-Quran.

Apakah Bumi itu Planet? Jelas ini juga keliru. Allah juga tidak pernah mengatakan menciptakan planet-planet meski dalam istilah yang kurang lebih bermakna sama. Tetapi Planet dalam arti apa saja yang terdapat antara Langit dan Bumi  atau yang berada di Ruang/Space, itu mungkin saja. Tetapi yang mesti diingat, berdasarkan kronologi penciptaan dan penyempurnaan, maka Planet adalah sesuatu yang lebih kecul dari Bulan dan Matahari. Penggambaran teori Solar System bahwa Planet lebih besar dari Bulan atau Satelit merupakan imajinasi yang tidak sesuai dengan Al-Quran.

Ketiga:

Bumi dikatakan berukuran lebih kecl dari Matahari. Otomatis hal ini jelas-jelas Bathil menurut Penciptaan versi Al Quran. Jika anda belum faham, silahkan di baca kembali kronologi penciptaan. Gunakan pikiran yang jernih, karena sihir Solar System sudah membunuh setengah akal sehat kita.

Ini bagaikan memasukan Gajah ke dalam Kulkas. Tidak mungkin kita memasukan barang yang lebih besar ke dalam kontainer. Juga tidak artinya jika ruang besar sekalipun, tetapi hanya memuat tepat satu barang kecuali barang itu diciptakan sebagai alat pembungkus semisal Kardus atau Kontainer. Tetapi Ruang dalam dunia kita adalah Kompleks, tidak mungkin matahari berukuran dua kali atau bahkan 1/3 dari luas langit dan Bumi. Al Quran dengan jelas mengatakan bahwa Matahari itu diletakan dekat dengan Bumi dan Al Quran juga menggambarkan bahwa Matahari tenggelam dalam air lumpur hitam. Ini jelas menunjukan bahwa Matahari adalah dekat dan memiliki ukuran lebih kecil dari Bumi sebagaimana apa yang kita lihat dalam Dunia nyata.


Keempat:

Relatifitas Arah atas dan Bawah. Sebagaimana yang sudah saya paparkan sebelumnya bahwa dalam Solar System Arah Atas dan Bawah adalah Relatif. Tidak Masalah anda berada dibumi bagian atas, samping kiri, samping kanan atau bawah sekalipun, dongakan kepala anda itulah arah atas. Jika anda pergi ke Bulan, maka anda akan melihat Bumi berada di atas dan sebaliknya jika kita berada di Bumi, maka Bulan lah yang berada di atas. Tentu saja ini imajinasi bukan fakta karena tak seorang pun membuktikanya. Maka jika pondasi teori Solar System  salah menyebabkan salah juga semua imajinasinya.

Bumi datar adalah realistis. Diatas kita bumi adalah Ruang (Space)-yang berisi Bulan, Matahari, dan Bintang,  dan kemudian Langit. Tentu siapapun yang mampu naik ke langit, Bulan, Matahari ataupun Bintang maka arah bawah adalah menunjuk kepada Bumi. Dan ini sesuai dengan hadist nabi terkait posisi Baitul Makmur yang terletak tepat diatas Ka’bah. Apa artinya?

Nabi Muhammad menjelaskan bahwa bahwa Baitul Makmur adalah bangunan tempat thawaf nya para malaikan yang terletak di langit ke tujuh. Kata Tepat berada diatas Ka’Bah menunjukan langit itu berada di atas dalam arti absolut bukan relatif. Lebih lanjut Nabi menjelaskan bahwa apa bila Baitul Makmur itu jatuh, maka akan menimpa Ka’Bah. Ini menunjukan bahwa Jatuh adala selalu ke bawah, akan tetapi ini tidak membuktikan bahwa Bumi mampu menarik segala benda yang berada di atasnya sebagaimana pemahaman Gravitasi yang akan kita bahas dalam tema berbeda.


Ke Lima
Teori Solar System mengatakan bahwa Bumi ini Bulat dan berputar pada porosnya. Tentu ini pendapat keliru. Cerita nabi terkait dengan Baitul Makmur menjelaskan bahwa jika Bumi ini berputar maka tidak mungkin dikatakan Jika Baitul Makmur jatuh akan menimpa Ka’Bah. Karena dengan berputarnya Bumi otomatis posisi Ka’bah pun ikut berubah, kecuali Baitul Makmur yang ada dilangit ke tujuh ikut bergerak seiring rotasi dan evolusi Bumi Ini sama saja mengatakan baitul Makmur juga mengelilingi Matahari bukan?

Tentu saja jika ada yang berpikir seperti ini adalah terlalu dipaksakan. Bagaimana Mungkin Baitul Makmur yg berada di Langit ke tujuh yang disana juga terletak Arsy Allah dikatakan bergerak seiring rotasi dan evolusi bumi terhadap matahari? Jika ada, maka Ini pendapat gila dan dungu.Jadi mana yang salah? Pernyataan Nabi atau Teori Solar system?

Pendapat Bumi Bulat jelas-jelas membuat kita tidak pernah bisa menghadap Kiblat. Bayangkan anda Sujud, kemudian anda tarik garis lurus dari Sujud anda. Apakah menghadap ke Kiblat? Tentu saja tidak, kita tidak menghadap kiblat tetapi menghadap ke Langit. Coba anda ambil globe. Lihat Posisi anda di Jakarta atau bagian manapun yang jauh dari Ka’bah. Bukankah anda akan menghadap ke Langit? Tentu saja sujud kita selama ini tidak keliru karena bumi ini memang datar.

Pendapat Bumi Bulat bisa dikatakan benar jika Mengarah atau menghadap diartikan mengarahkan anggota badan dan pandangan ke arah ka’bah secara melengkung. Silahkan anda ambil Globe dan buktikan sendiri.

Sebaliknya dengan Bumi rata, maka dimanapun kita berada maka memungkinakan bagi kita untuk menghadap ka’bah secara lurus. Tidak masalah anda berada di ketinggian berbeda anda dapat mengaraha kepada ka’bah dengan tepat. Dan hal ini dapat dijawab dengan bertingkatnya tempat thawah di sekitar ka’bah.

Ke Enam.
Solar System mengatakan bahwa Universe atau Alam jagad raya adalah sesuatu yang mengembang dan merupakan ruang yang tanpa batas. Padahal Allah menjelaskan bahwa Kekuasaan Allah meliputi Langit dan Bumi. Kita tidak membatasi kekuasaan Allah tetapi Allah sendiri yang membatasi dan perbuatan Allah tidak boleh kita pertanyakan. Yang jelas meskipun batas kekuasaan Allah adalah Langit, Bumi dan apa saja yang berada diantara keduanya, maka itu semua adalah sesuatu yang sangat besar dimana manusia adalah bagai setes air dalam Lautan.

Sebagai muslim, apakah anda masih bisa mencerna teori Solar System? Bukankah bumi datar lebih mudah kita terima dan tidak meyelisihi Al-Quran? Pilihan ada pada anda, disaat yang sama anda tidak  bisa memilih keduanya.

Demikian penjelasan saya. Yang benar datang dari Allah dan yang salah dari saya. Atas semua kekliruan dan kesalahan, maka saya siap megkoreksi tulisan saya.

Salam




Puji Syukur atas diberikanya panjang umur sehingga untuk yang kesekian kalinya kita diberikan kesempatan untuk mengikuti ramadhan yang didalamnya terdafat faedah dan manfaat bagi siapa saja yang mengharap pahala dan ampunan Allah azza wa jalla.

Semoga keselamatan dan kedamaian Allah curahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat yang mulia, serta penerus risalahnya hingga hari akhir nanti.

Sesungguhnya setiap ibadah mempunyai dua potensi yang selalu beriringan satu sama lainnya. Satu sisi sebuah ibadah mungkin akan menjadi ladang pahala kita yang akan kita panen di  kampung akhirat nanti. Tapi sisi lain, jika kita tidak memenuhi syarat, adab dan rukunnya bisa jadi sebuah ibadah justru menjadi fitnah bagi kita di hari akhir nanti. Naudzu billah min dzalik. Contoh yang paling jelas dalam masalah ini terdapat dalam sebuah ayat yang sudah sama-sama kita hafal bersama. 

Dalam surat Al-Maun disebutkan ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang shalat. Allah berfirman dalam kitabnya yang mulia:

 “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”. (QS Al Maun 4-5)

Pertama :
Orang yang berpuasa tanpa keiklashan. Puasanya hanya rutinitas tahunan, bahkan kadang-kadang merasa terlalu cepat dan belum siap menghadapi ramadhan. Ada yang merasa ramadhan adalah beban tersendiri karena merasa belum siap mengingat kondisi ekonomi yang murat-marit.  Atau ada yang merasa kurang siap karena adanya aktifitas-aktifitas yang terganggu sehingga rasanya ingin sekali ramadhan ini cepat berakhir. Jika demikian, kemudian puasanya hambar dan selalu menghitung hari. Ttidak ada kegembiraan melakukan ibadah-ibadah yang sebenarnya Allah  dan Rasulnya menginginkan kita melakukanya dosa-dosa kita lebur dan sebaliknya mendapat pahala berlipat ganda yg tidak ada dibulan-bulan lain. 
Semoga kita disini bukan termasuk golongan ini. Untuk itu, bagi yang merasa niatnya bukan karena ikhlas, mumpung masih ada kesempatan, mari kita perbaiki niat  kita agar Ramadhan ini kita jalani bukan karena ini adalah rutinitas atau formalitas agama atau bahkan sesuatu yang menghambat kita.  Bahkan Allah azza wajalla memanjangkan umur kita yang untuk kesekian kalinya diberi kesampatan untuk mendapatkan manfaat Ramadhan dikarenakan begitu besar kasih sayang nya kepada kita. Entahlah, apakah kita akan diberi kesempatan lagi pada ramadhan berikutnya. Allahu a’lam.
Untuk itu mari kita luruskan niat.
 “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya. ( HR Muttafaqi Alaih). 
Jadi kalau niat nya hanya formalitas, maka in syaa Allah hanya mendapat lapar dan dahaga.  


“Marhabban yaa ramadhan”. 

Meski kita sudah berada dibulan ramadhan, mungkin tidak terlambat jika kita katakan Marhabban yaa Ramadhan”
Orang yang iklas berpuasa adalah orang yang dadanya lapang tanpa sekat menyambut ramadhan. Makanya ungkapanya adalah “Marhabban yaa Ramadhan....” yang maknanya menyambut Ramadhan dengan perasaan luas dan lapang. Bagai kita mengharapkan seorang tampu yang mulia yang kedatanganya sangat kita inginkan dan butuhkan karena akan bermanfaat bagi kita. Wahai Ramadhan, aku telah melapangkan hatiku untuk iklas berpuasa, shalat malam, membaca, menghafal dan mentadaburi Al-Quran dan apapun perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan didalamnya, karena aku tau bahwa aku membutuhkanya. 

Akar kata “Marhabban”  adalah “rohaba” yang artinya “Luas”, “Lapang” dan kegiatan menyiapkan agar sesuatu itu menjadi lapang adalah “tahrib”. Makanya makna ini sering diartikan secara formal sebagai tahriban, acara makan-makan dan berkumpul sebelum puasa, padahal arti kata itu sesunguhnya usaha bagi masing-masing diri untuk menyiapkan agar kita merasa lapang menyambut ramadhan yaitu dengan memahami makna ramadhan dan faedahnya bagi kita. Tak kenal maka tak sayang. Sesungguhnya jika kita mengetahui faedah ramadhan maka kita akan menyambutnya dengan sangat senang dan lapang sehingga kita mengungkapkan dengan kata “Marhabban Yaa Ramadhan”.

Kedua :
Yang kedua adalah mereka yang berpuasa tanpa ilmu. Tidak mengetahui mana yang membatalkan dan mana yang tidak. Maka mereka menjalani puasa tanpa aturan atau memahami tidak dengan sepenuhnya benar. Akibatnya puasa mereka menjadi begitu rapuh dan tanpa makna. Menyangka telah melakukan hal yang benar padahal sejatinya salah.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan  dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu)“. (HR Ibnu Majah). 


Ketiga :
Golongan orang berpuasa yang celaka ketiga adalah mereka yang berpuasa hanya dari makan dan minum semata dan merasa bahwa dengan itu mereka sudah  memenuhi semua ketentuan dan tuntutan puasa. Barangkali kita perlu mengingat lebih dalam himbauan rasulullah SAW berkaitan dalam masalah ini:  “Barang siapa yang tidak meninggalkan berkata dusta dan beramal kedustaan, maka Allah SWT tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya”. (HR Bukhori)  
Mereka dalam masalah ini berpuasa tetapi tidak mampu menundukkan nafsu dan emosinya. Maka mereka menodai siang hari ramadan dengan lisan yang tak terjaga dari ghibah, marah  dan berkata dusta, atau anggota badan yang tidak terjaga dari dosa dan kemaksiatan.

keempat :
adalah mereka yang menjalankan ibadah puasa dengan penuh kemalasan, dalam  arti tidak menyadari kemuliaan bulan Ramadan yang bertaburan berkah. Mereka tidak menyadari dan memahami bahwa ramadan bukan hanya bulan puasa saja tetapi lebih dari itu ia adalah bulan musim kebaikan yang disyariatkan banyak amal kebaikan.
Rasulullah SAW  bersabda tentang bulan mulia ini: “(Bulan dimana) dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu  neraka, syetan-syetan dibelenggu. Dan berserulah malaikat: wahai pencari kebaikan, sambutlah. Wahai pencari kejahatan "berhentilah” (demikian) sampai berakhirnya ramadan. (HR Ahmad)
Golongan ini berpuasa tetapi tidak menjalankan tarawih, tilawah dan tadarus. Tidak pula berusaha untuk bersedakah, memberi berbuka pada orang yang berpuasa. Atau tidak pula menyempatkan diri untuk i’tikaf dan amal kebaikan secara umum. Mereka hanya berpuasa dan menjadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan di siang hari, lalu makan pestapora di malam hari.  

Maka marilah meningkatkan kualitas ibadah puasa kita dengan memahami sepenuhnya hukum-hukum seputarnya. Mari terus membaca, mengkaji dan bertanya agar bisa menjalankan seluruh rangkaian ibadahnya dengan keyakinan yang nyaris sempurna.  

Oktar Achmad

Posted in

Spread the love



Suatu ketika seorang kawan saya mengatakan bahwa pada tingkatan tertentu manusia bisa melihat Tuhan. Dalam keadaan hidup tanya saya memastikan. Ya, dalam keadaan hidup jawabnya serius. Saya tertawa. Tetapi kawan saya semakin serius. Bagaimana mungkin, desak saya. Tentu saja manusia yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat tertentu katanya.

Sungguh saya tidak begitu paham maksudnya dan siapa orang yang dimaksudnya yang memiliki tingkatan yang dikatakanya sebagai ma’rifat tersebut? Guru-nya kah?

Saya katakan kepadanya, bagaimana mungkin. Tidak ada rumusnya dan tak satu dalilpun yang menjelaskan manusia dapat melihat Tuhan dalam ke adaan hidup. Bahkan Nabipun tidak bisa dan tidak pernah melihat Tuhan. Kisah nabi Musa adalah contoh yang jelas.

Air mukanya sedikit berubah. Bahkan dia menantang saya jika saya berani melihat Tuhan. Saya bertanya, bagaimana caranya. Kemudian dia menceritakan seorang kawanya (mungkin gurunya) yang dapat mempertemukan saya dengan Tuhan dalam keadaan hidup.  Kuat ga? tantangnya.
Saya tersenyum. Akhir-akhir ini sikap kawan saya  memang terlihat aneh. Kata-katanya cenderung bernada sufistik kebatinan. Siapa lagi orang yang selalu  mengelompokan manusia ke dalam makna hakikat, tharikat dan ma’rifat kalau bukan orang-orang ini?

Kawan ikut  tersenyum. Saya tau senyumnya mererndahkan saya yang menurutnya tidak memahami tentang ilmu kebatinan sufistik. Kemudian, dengan gaya yang tampak bijaksana, dia mulai bercertia tentang tingkatan-tingkatan hidup manusia. Kisah musa itu benar, katanya, tetapi kita harus memahami tingkatan-tingkatan hidup manusia. Kemudian dia mulai berbicara hakitkat, tarikat dan ma’rifat, beberapa istilah yang tidak asing tapi sejujurnya saya tidak memahami secara mendalam.

Katanya, ma’rifat adalah tingkatan tertinggi manusia. Pada tingkatan ini manusia telah mencapai puncak kehidupan dimana kedudukan manusia semacam ini telah mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Itulah mengapa manusia pada tingkatan ini  bisa melihat Tuhan.

Saya diam. Dalil yang saya jadikan hujjah ketidak mungkinanya manusia melihat Tuhan dalam ke adaam hidup seolah hanya berlaku untuk manusia biasa, setikanya menurut kawan saya. Dengan kata lain, dalil ini tidak berlaku bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat. Masalah Ma’rifat akan saya coba bahas dalam tulisan tersendiri. Setau saya tidak satupun nash yang kuat yang keluar dari nabi kita terkait dengan hakikat, tariqat dan ma’rifat. Satu-satunya kata Ma’rifat kita temukan dalam surat Al-Maarij tapi maksud nya jauh dari yang dimaksud kawan saya. Lagi pula, jika hakikat, tarikat dan ma’rifat adalah sebuah konsep yang harus di fahami untuk memahami Isam maka sejak SD kurikulum agama Islam yang kita pelajar pasti akan membahasnya.

Jadi, yang saya tau,  dalam agama ini tak ada pembagian manusia berdsarakan tingkatan-tingkatan yang dimaksud. Justru tingkatan tertinggi dalam Islam adalah saat manusia mencapai tingkatan taqwa sebagaimana firman Allah berikut :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Al-Hujarat:13)

Pada ayat tersebut, jelas sekali Allah mengatakan bahwa , tingkatan manusia yang paling tinggi (mulia) adalah takwa bukan orang yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat. Lantas apakah orang yang paling Mulia atau paling bertaqwa ini dapat melihat Tuhan? Tak satupun Allah memberi pengetahuan ini kepada kita.
Kisah Nabi musa merupakan penjelasan yang paling gamblang bahwa seorang nabi yang mendapat mu’zizat berkata-kata langsung kepada Tuhan pun tidak pernah bisa  melihat Tuhan meskpun ia pernah mengutara kan keinginanya langsung kepada tuhan sebagaiman yang diceritakan dalam ayat berikut :

وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُرۡ إِلَيۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِي وَلَٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكّٗا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقٗاۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ١٤٣

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman" (al-A’raf:143)
Musa adalah salah satu nabi dimana Allah berkata-kata langsung kepadanya. Seorang Nabi adalah manusia dengan tingkatan yang lebih tinggi dari manusia  biasa. Nabi adalah orang-orang yang khusus diutus untuk membawa misi Tuhan oleh karena itu para nabi adalah orang-orang yang dijamin Tuhan dari kesalahan dan dosa.  Mereka adalah manusia-manusia yang lebih dekat dengan Tuhan.  Sementara, diluar para nabi, tingkatan manusia ditentukan berdasrkan kepada ketaqwaanya keapada Tuhan, bukan karena dia seorang raja, presiden, Kyai, Ulama dan lain sebagainya.

Jika  para nabi sendiri tidak bisa melihat Tuhan secara langsung dengan mata kepala sendiri, maka adakah manusia diluar nabi yang dikatakan memiliki tingkatan ma’rifat tertinggi dapat melihat Tuhan?

Dilain ayat, al-quran pun menegaskan bahwa diri-NYA tidak bisa dilihat oleh manusia melalui mata seperti yang dijelaskan berikut :

لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ ١٠٣

103. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui (Al An;am:103)


 وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ ٤

dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia"  (QS Al-Ikhlas: 4)

Ayat di atas semakin menjelaskan bahwa tidak ada yang setara denganya. Artinya jika ada seorang mahluk ketika masih hidup dapat melihat Allah, maka ia pasti dapat menggambarkan ciri-ciri Allah berdasarkan penglihatanya, jika demikian gugurlah ayat yang menyatakan “tidak ada sesuatupun yang setara dengannya”  Dan siapapun yang mempercayai teori dangkal kawan saya ini, maka ia sama saja tidak meyakin dan memahami ayat-ayat Allah.

Kebodohan Manusia yang terulang.

Meyakini seorang manusia dapat melihat Tuhan sebenarnya adalah kebdohan yang terulang. Membagi-bagi tingkatan manusia dalam seperti dalan ilmu kebatinan sufisme sebenarnya adalah pengulangan-pengulangan bagaimana orang-orang Yahui mengadakan tingkatan-tingkatan dan derajat manusia sampai-sampai mereka menjadikan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan Selain Allah. Kisah orang melihat Tuhan yang tampak absurd dapat kita lihat dalam kitab-kitab yang mereka akui sebagai wahyu Tuhan dari para nabi mereka.

Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!" (Kejadian:32:30). Ayat tersebut jelas bertentangan dengan keimanan kita sebagai  umat Islam.

Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu. (Keluaran 33:11).  Ayat ini jelas bertentangan dengan Al-Quran yang menceritakan kisah tentang Musa.

Lalu mereka melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti langit yang cerah. (Keluaran 24:10). Ayat ini  jelas bertentangan dengan Al-Quran surat Al-Iklash

Pada saat yang lain kitab mereka sendiri  mengatakan bahwa tak seorangpun dapat melihat Tuhan:

Lagi firman-Nya: "Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup." (Keluaran:33:20)

"Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya." (Yohanes 1:18)

"Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah kamu lihat," (Yohanes 5:37)

"Hal itu tidak berarti, bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa." (Yohanes 6:46)

15. yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. 16.Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin. (1 Timotius 6:15-16)

Ayat-ayat diatas  tentu sejalan dengan Al-Quran. Dalam hal ini kita umat Islam menerima bahwa itu lah yang benar dari Allah.

Memang kita tidak bisa menyamaratakan bahwa semua informasi yang terdapat pada kitab itu salah. Tetapi jika ditinjau dari redaksinya telah terjadi inkonsistensi pada teks-teks tersebut telah menyebabkan banyaknya kontradiktif antara satu kisah dengan kisah lainya. Dan Ini bukti bahwa mereka telah merubah kata-kata dari tempatnya dan mengatakan ini dari Allah.

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ لَا يَحۡزُنكَ ٱلَّذِينَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡكُفۡرِ مِنَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَلَمۡ تُؤۡمِن قُلُوبُهُمۡۛ وَمِنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْۛ سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ سَمَّٰعُونَ لِقَوۡمٍ ءَاخَرِينَ لَمۡ يَأۡتُوكَۖ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ مِنۢ بَعۡدِ مَوَاضِعِهِۦۖ يَقُولُونَ إِنۡ أُوتِيتُمۡ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمۡ تُؤۡتَوۡهُ فَٱحۡذَرُواْۚ وَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ فِتۡنَتَهُۥ فَلَن تَمۡلِكَ لَهُۥ مِنَ ٱللَّهِ شَيۡ‍ًٔاۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمۡۚ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞۖ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ ٤١

Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (Al Maidah:41)

Apakah kamu masih mengharapkan mereka (Bani Israel) akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. 2:75)

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (QS. 2:79)

۞أَفَتَطۡمَعُونَ أَن يُؤۡمِنُواْ لَكُمۡ وَقَدۡ كَانَ فَرِيقٞ مِّنۡهُمۡ يَسۡمَعُونَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُۥ مِنۢ بَعۡدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٧٥

Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (Al-Baqoroh:75)

فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ يَكۡتُبُونَ ٱلۡكِتَٰبَ بِأَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشۡتَرُواْ بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ فَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتۡ أَيۡدِيهِمۡ وَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا يَكۡسِبُونَ ٧٩
Maka kecelakaan yAng besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.  (Al-Baqorah:79)


Apakah Nabi Muhammad melihat Tuhan?

Pertanyaanya kembali mengapa Tuhan tidak menampakan diri kepada Musa melainkan memperlihatkanya kepada Bukit yang hancur luluh setelahnya? Ini menunjukan bahwa unsur/bahan materi manusia tidak akan dapat melihat Zat Tuhan yang Maha sempurna. Yang dapat menghancurkan bukit yang secara phisik jauh lebih besar dan lebih kuat dari manusia. Maka jika Musa tidak akan mampu hukum ini juga akan berlaku bagi manusia lainya, termasuk Muhammad, silahkan anda lihat pernyataan sang Nabi yang berkali-kali mengatakan bahwa dirinya adalah manusia seperti kita, hanya padanya diberi tugas mulia untuk memberikan kabar gembira kepada manusia.

Dalam hadits muttafaq alaih, dari Masruq, ketika bertanya kepada A’isyah , ia menjawab,

سُبْحَانَ اللهِ، لَقَدْ قَفَّ شَعْرِي مِمَّا قُلْتَ. مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم رَأَي رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ

Subhanallah, sungguh-sungguh bulu kudukku meremang mendengar apa yang kamu katakan. Barangsiapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad melihat RabbNya, maka sesungguhnya ia dusta. (Riwayat gabungan dari Shahih Bukhari/Fathul Bari XIII/361 no. 7380 dan Muslim/Syarh Nawawi, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha III/13 no. 440. Lihat pula Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah dan catatan kaki Syeikh Al Albani t halaman 196)
Ada riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas tentang firman Allah ,

وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلاَّ فِتْنَةً لِلنَّاسِ

Dan Kami tidak menjadikan penglihatan (terhadap hal-hal) yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (QS Al Isra’ : 60).

Ibnu Abbas berkata, “Yang dimaksudkan ialah penglihatan dengan mata kepala terhadap hal-hal yang telah ditunjukan oleh Allah pada malam isra’.” (Shahih Bukhari/Fathul Bari VIII/398, hadits no. 4716)

Ibnu Hajr t menjelaskan, riwayat Ibnu Abbas tersebut tidak secara tegas menerangkan apa yang dilihat oleh Nabi dengan mata kepala beliau. Selanjutnya Ibnu Hajar t menjelaskan lagi, dengan menukil riwayat dari Sa’id bin Manshur dari jalan Abu Malik, “Yang dimaksudkannya ialah segala apa yang diperlihatkan kepada Nabi dalam perjalanannya ke Baitul Maqdis.” 5) [5) Lihat Fathul Bari VIII/398].

Riwayat ini tidak secara tegas menerangkan, bahwa Ibnu Abbas berpendapat, Nabi melihat Allah dengan mata kepala beliau.

Pada sisi lain, riwayat yang menegaskan bahwa Ibnu Abbas berpendapat, Nabi melihat Allah dengan mata kepala beliau sendiri (terdapat pada riwayat Ibnu Khuzaimah), dinyatakan dha’if oleh Al ‘Allamah Al Albani t .6)[6) Lihat catatan kaki Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah hal. 197]

Yang justeru shahih ialah riwayat ‘Atha’ dari Ibnu Abbas c , bahwa Nabi melihat Allah dengan mata hatinya. 7)[7) Lihat Shahih Muslim Syarh Nawawi III/8, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha]

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 8)[ Lihat juz III/9-10 tahqiq Khalil Ma’mun Syiha] tampaknya cenderung memihak pada pendapat yang menyatakan, Nabi melihat Rabbnya dengan mata kepala beliau sendiri pada malam isra’. Beliau cenderung membenarkan riwayat Ibnu Abbas tentang Nabi melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri.

Sedangkan riwayat A’isyah , menurut beliau hanya ijtihad pribadi belaka, bukan berasal dari Nabi . Sementara Ibnu Abbas sebagai penerjemah ulung Al Qur’an, dianggapnya tidak mungkin berbicara tanpa ada sandaran riwayat dari Nabi .

Tetapi pendapat Imam Nawawi di atas terbantahkan dengan beberapa keterangan sebelumnya. Ibnu Abi Al Izz, Ibnu Taimiyah maupun Ibnu Al Qayyim menguatkan pendapat, Nabi tidak melihat Rabbnya pada malam isra’ dengan mata kepala.

Ibnu Abi Al Izz menukil pernyataan Al Qadhi ‘Iyadh, “Sejumlah jama’ah ulama berpendapat seperti pernyataan A’isyah , dan itulah yang masyhur dari Ibnu Mas’ud …” 9)[9) Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah hal. 196]
Bahkan Imam Ibnu Al Qayim dalam Zaad Al Ma’ad 10)[10) Juz III/33] menukil cerita Utsman bin Sa’id Ad Darimi yang menyatakan adanya kesepakatan para sahabat, bahwa Nabi tidak melihat Allah.

Pada kitab yang sama, Imam Ibnu Al Qayyim t juga menukil pernyataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah t, “Perkataan Ibnu Abbas , bahwa Nabi melihatNya.” Begitu pula perkataannya, “Nabi melihatNya dengan mata hatinya”, tidak bertentangan dengan ini (Nabi tidak melihatNya dengan mata kepala). Sebab memang ada riwayat yang shahih, bahwa Nabi bersabda,

رَأَيْتُ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَي

Aku melihat Rabbku Tabaraka wa Ta’ala (Hadits yang merupakan cuplikan dari hadits shahih yang panjang riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Abbas, juga dari Mu’adz bin Jabal. 11)[11) Lihat Zaad Al Ma’ad, catatan kaki Syu’aib dan Abdul Qadir al-Arna’uth III/33-34]

Tetapi hal itu terjadi di luar isra’. Yaitu pada suatu hari di Madinah, ketika beliau terlambat mengimami shalat subuh. Lalu beliau menceritakan kepada mereka, bahwa pada malam harinya beliau bermimpi melihat Allah . Dari sanalah Imam Ahmad kemudian mengatakan, “Ya, Nabi memang benar-benar pernah melihat Allah. Sebab mimpi para nabi pasti benar.” Namun Imam Ahmad tidak pernah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi melihat Allah dengan mata kepala beliau dalam keadaan bangun…” 12)[12) Lihat Zaad Al Ma’ad, Tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir Al Arna’uth III/33-34 dengan ringkas dan bahasa bebas]

Artinya, bisa saja maksud Ibnu Abbas -jika riwayat itu benar-, bahwa Nabi melihat Allah dalam keadaan mimpi.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, pendapat yang kuat, bahwasannya Nabi tidak melihat Rabbnya pada malam isra’ dengan mata kepala beliau.
Apalagi ternyata terdapat riwayat shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanadnya, sesungguhnya Abu Dzar pernah bertanya kepada Rasulullah . Beliau menjawab,
نُوْرٌ أَنَّى أَرَاهُ؟

Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?. 13)[13) Syarh Nawawi tahqiq Khalil Ma’mun Syiha III/15 no.442 dan juga no. 443]

Jadi yang beliau lihat hanyalah cahaya yang menghalangi antara dirinya dengan Allah . Wallahu a’lam

Mungkin ada beberapa pendapat yang mengklaim sebaliknya menggunakan dalil hadist tetapi itu akan berarti kontradiktif. Apa artinya? Mari kita kaji permasalahan ini dengan teliti. Keyakinan yang paling utama dalam hal ini adalah bahwa kita yakin nabi bukanlah seorang pendusta. Jadi tidak mungkin ia mengatakan kepada si A bahwa ia melihat Tuhan dengan mata dan Mengatakan kepada si B bahwa ia tidak melihat Tuhan secara kasat mata. Orang bisa saja memelintir hal ini dengan permainan kata-kata yang pada akhirnya tidak memiliki makna dengan mengatakan bahwa si B belum siap mendengarkan hal tersebut atau si B belum mencapai tingkatan kepada hal tersebut. Jelas nabi tidak akan berkata sesuatu kepada orang yang memang tidak siap untuk menerima sesuatu. Ajaran Islam bukan suatu hal yang pelik dan berbelit-belit seperti keyakinan bahwa yesus adalah 100% manusia dan 100% Tuhan atau teori-terori janggal tentung satu dalam tiga atau tiga dalam satu. Dalam Islam tidak ada teori-teori dan permainan kata sebagai pembenaran. Inilah islam tetapi manusianya yang membuat berbelit-belit dan bahkan membuat tingkatan-tingkatan berdasarkan klaim telah mengenal Allah lebih dekat dan dapat menyatu dengan Allah (wahdatul Wujud). Maha suci Allah dari apa yang mereka klaim.

Kembali kepada hadist, maka kita akan membuat konklusi bahwa jika ada lebih dari satu hadist yang saling bertentangan, maka hanya satu yang pasti benar tetapi bisa saja justru semuanya tidak benar. Hal yang terjadi pada kitab perjanjian lama (baca kumpulan kitab-kitab yang diklaim wahyu Tuhan dari para nabi Israel) tampaknya juga terjadi dengan hadist. Kita memahami kondisi bahwa penulisan dan pengumpulan hadist berbeda dengan penulisan Al-Quran dimana Allah SWT secara langsung menjaganya dari ketidak mustshilan, inkonsistensi ataupun kontradiktif bahkan Al-Quran menantang kita jika dirinya tidak berasal dari Allah maka kamu akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya (kontradiktif). Fakta munculnya hadist-hadist palsu juga merupakan pertimbangan betapa kita harus lebih kritis memahami dan memaknai hadist.

Tentu saja kita tidak menyamaratakan semua hadist kontradiktif dan tidak perlu dijadikan referensi, tetapi kita boleh menggugurkanya ketika ia bertentangan dengan Al-Quran dan bukti-bukti ilmiah (sesuai kaedah ilmu dan akal) meskipun sebelumnya hadist tersebut dikatan shahih sekalipun.

Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang perbedaan pendapat ini. Tetapi dalam hal ini saya berusaha memegang dalil yang kuat yaitu Al-Quran. Jika kita telaah, tak satu katapun yang menceritakan bahwa saat itu Adam, hawa dan iblis berkata-kata sambil melihat Allah seperti kita yang tengah berkominikasi dengan Atasan kita. Al-Quran memang menjelaskan tentang pembicaraan mereka kepada Allah. Tetapi ini bukanlah sebuah bukti bahwa mereka melihat Allah dengan mata mereka. Berkata langsung kepada Allah tidak pernah memiliki pengertian bahwa mereka melihat Allah. Sama seperti iblis, Nabi musa diyakini dapat berkata-kata langsung kepada Allah, tetapi ketika ia meminta Allah memperlihatkan dirinya, maka Allah memperingatkanya dengan kisah yang telah kita bahas di atas. No Way Musa.

Lantas bagaimana mungkin jika ada seseorang yang dengan tingkatan tertentu dikatakan mampu memperlihatkan orang lain akan wujud Tuhan seperti pernyataan teman saya itu? Maksud teman saya ini orang yang dapat melihat Tuhan itu dapat memperlihatkan Tuhan kepada orang lain sebagai pembuktian adanya Tuhan. Wah bagus juga tuh kalau memang bener, mungkin semua orang kafir ini jadi beriman setelah diperlihatkan. Lantas mengapa orang-orang yang mampu melihat Tuhan ini tidak memperlihatkan saja kepada pejabat kita yang korup biar mereka sadar atau binasa seperti bukit tursina? Bukankah berbuat untuk menyelamatkan manusia lainya dari penindasan pihak-pihak yang zalim adalah sebuah Jihad ?

Mungkin teman saya bisa bertanya kepada orang yang dikatakan bisa melihat wujud (zat) Tuhan itu dan meminta seperti apa ciri-cirinya. Lantas bagaimana kita yakin yang kita lihat itu adalah Tuhan bukan jin atau setan ? Tetapi yang terlebih penting jika ada yang pernah melihat tuhan berarti dia tau wujud tuhan dan sekali lagi ini akan bertentangan dengan Al-Quran, bahwa tak sesuatupun yang setara denganya (Tidak bisa digambarkan dengan apapun termasuk kata-kata).

Bagi saya cukup sudah bahwa keberadaan tuhan itu dibuktikan dengan akal dan ilmu pengetahuan yang terus membuktikan kebenaran NYA. Bukankah Al-Quran menyeru kepada kita untuk membuktikan keberadaaNYA melalui ciptaan-NYA ? Ilmunya ? termasuk penciptaan diri kita wahai kawan ?


Wallahualam bisawab
Oktar Achmad

Posted in

, ,

Spread the love



Tulisan ini saya tulis terkait dengan pernyataan teman saya yang menyatakan bahwa pada tingkatan tertinggi (ma’rifat) manusia  dapat melihat. Silahkan baca tulisan saya di link ini.

Menurut ahli bahasa, kata Ma’rifat diambil dari kata ‘Arafa, Ya’rifu, ‘Irfan, Ma’rifatan, yang artinya mengenal/mengetahui/pengalaman. Pada bidang khusus Marifat diartikan sebagai ilmu. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua ilmu disebut Ma’rifat, dan semua Ma’rifat adalah ilmu, dan setiap orang memiliki ilmu (‘alim) tentang Allah SWT. berarti seorang yang ‘arif, dan setiap yang ‘arif berarti ‘alim. Berdasarkan pengertian ini orang yang berma’rifat adalah orang yang memiliki ilmu (‘arif).

Jika kita mengacu pada Al-Quran, kita tidak akan menemukan satupun kata ma’rifat secara tepat atau apa adanya. Tetapi ada sebuah terori yang mengatakan bahwa kata Ma’rifat diambil dari kata A’rafa, Yu’rifu, Irafan tetapi memiliki makna berbeda, seperti dalam surat al-A’raf yang berpengertian tempat tertinggi (tempat tertinggi antara Surga dan Neraka), yang akar katanya diturunkan dari ‘Irfan yang sesuai dengan Firman Tuhan  dalam surat Al A’raaf:46.


وَبَيۡنَهُمَا حِجَابٞۚ وَعَلَى ٱلۡأَعۡرَافِ رِجَالٞ يَعۡرِفُونَ كُلَّۢا بِسِيمَىٰهُمۡۚ وَنَادَوۡاْ أَصۡحَٰبَ ٱلۡجَنَّةِ أَن سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡۚ لَمۡ يَدۡخُلُوهَا وَهُمۡ يَطۡمَعُونَ ٤٦

dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raaf1 itu ada orang-orang yang Mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. dan mereka menyeru penduduk surga: "Salaamun 'alaikum2". mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). (Al A’raf:46)

Note :
1 Al A'raaf artinya: tempat yang tertinggi di antar surga dan neraka.
2 Artinya: Mudah-mudahan Allah melimpahkan Kesejahteraan atas kamu.


Ma’rifat menurut Sufi :

Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu.  “Dan apabila dihubungkan dengan pengamalan Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai maqam dalam Tasawuf”

Jadi menurut sufi, Ma’rifat adalah mengenal Allah-termasuk melihat Allah dengan mata bathin,  dan tidak ada yang bisa mengenal Allah sebelum mencapai tingkatan ma’rifat. Tingkatan terendah adalah Syarit, Hakikat dan Tarikat. 

Sebenarny Sulit memahami kata ma’rifat yang sesungguhnya. Dan mengingat banyaknya aliran dalam kelompok sufi,  pengertian marifat dikalangan mereka pun beragam sekali. Terkadang bias dan tidak ada standar yang pasti untuk memahaminya.

Perlukah kita memahami kata ma’rifat sebagai jalan kita mengenal Allah sebagaimana yang diyakini kelompok sufi dan kebatinan?

Mari kita denganr sendiri apa kata orang sufi berikut:

“Sangat sulit menjelaskan hakikat dan makrifat kepada orang-orang yang mempelajari agama hanya pada tataran Syariat saja, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist akan tetapi tidak memiliki ruh dari pada Al-Qur’an itu sendiri. Padahal hakikat dari Al-Qur’an itu adalah Nur Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara, dengan Nur itulah Rasulullah SAW memperoleh pengetahuan yang luar biasa dari Allah SWT. Hapalan tetap lah hapalan dan itu tersimpan di otak yang dimensinya rendah tidak adakan mampu menjangkau hakikat Allah, otak itu baharu sedangkan Allah itu adalah Qadimsudah pasti Baharu tidak akan sampai kepada Qadim. Kalau anda cuma belajar dari dalil dan mengharapkan bisa sampai kehadirat Allah dengan dalil yang anda miliki maka saya memberikan garansi kepada anda: PASTI anda tidak akan sampai kehadirat-Nya”

Jadi katanya kalau kita belajar agama berdasarkan dali Al-Quran dan hadist saja maka kita dijamin kita tidak akan sampai kepada hadirat NYA. Padahal Allah dan nabi dengan jelas memberi tahu kita agar kita selalu berpegang kepada kitabullah dan Sunnah Rasul nya, bukan kepada hakikat dan ma’rifat versi kalangan sufi yang rumit. Tak ada pembagian-pembagian manusia menurut syariat, hakikat, tarikat dan ma’rifat. Ketinggian atau kemulian manusia hanya didasarkan kepada tingkat ketaqwaan bukan karena sudah mencapai maqam tertinggi yaitu Ma’rifat.

Kata-kata nyeleneh itu memang tidak untuk difahami karena memang tidak ada makna. Memang bukan kaum sufi kalau tidak nyeleh. Pada tingkatan tertinggi guru-guru mereka sering mengeluarkan kata-kata nyeleneh semisal

“Tuhan adalah Aku dan Aku adalah Tuhan”. (AL khallaz)

“Apakah jika neraka dan surga tidak ada maka kita akan masih menyembah Tuhan?” Al-Quran menjelaskan bahwa diciptakan jin dan manusia untuk menyembah Tuhan. Yang taat kepada Tuhan akan diberi balasan surga dan sebaliknya yang tidak taat kepada Tuhan maka akan diberi balasan Neraka. Tidak ada pengandaian seperti itu. Faktanya kita disuruh menyembah baik terpaksa maupun karena suka rela.

Berikut adalah kata-kata yang berati perkataan kaum sufi, Rabi'ah Al-Adawiyah, ia berkata, "Aku menyembah Allah KARENA TIDAK TAKUT NERAKA-NYA dan TIDAK MENDAMBAKAN SURGA-NYA. (Jamharatu Al-Auliai, Al-Manufi Al-Husaini, Jilid 1, hal. 270). Benarkah ia tidak mendambakan surga Allah?

Bahkan pendapat bodoh pengikut sufi  diwebsite tetangga mengkonfrontasikan antara ilmu pengetahuan dengan ma'rifat (rasa-rasanya mirip sama temen saya juga nih), dengan judul "Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Ma'rifat", dengan mengatakan "Kalau saling meng-ilmu-i (Bersikap ilmiah) antar bangsa akan saling berperang".  Silahkan baca tulisanya di sini

Banyak sekali kata-kata nyeleneh kaum sufi yang sudah mencapai tingkatan “Ma’rifat” yang tidak mugkin saya bahas dalam tulisan ini. Anehnya kondisi nyeleneh ini bukanlah indikasi “Kegilaan  seseorang”, melainkan tercapainya tingkatan tertinggi dan dipuji oleh para murid nya.


Kembali pada kata ma’rifat

Istilah ma’rifat lebih sering memiliki arti dan maksud yang berbeda tergantung siapa yang bicara dan siapa yang diajak bicara. Maka dalam hal ini ia tidak memiliki sifat yang universal. Ketika kita membincangkan hal ini dengan kalangan sufi, bukan hal yang tidak mungkin kita kerap didikte oleh pernyataan-pernyataan yang menyalahkan bahwa kita tidak memahami arti kata ma’rifat dengan sebenarnya atau bahwa kita akan selalu diklaim sebagai orang yang melulu bicara dalam tingkatan syariat dan selanjutnya selanjutnya, seolah kita rendah dan bodoh ketika ketika membahas permasalahan-permasalahan agama.

Jika demikian maka kita sering terpaksa untuk mendengarkan penjelasan mereka tentang ma’rifat dan istilah terkait lainya yang kerap sulit dicerna oleh akal sehat kita. Menurut saya ini merupakan indikasi sulitnya memahami ma’rifat dalam pemahaman aliran yang sangat mengutamakan pentingnya ma’rifat dalam hal beragama yang bahkan secara tdk langsung meremehkan urusan-urusan syariat dan muamalah yang telah banyak dicontohkan Rasullulah SAW. Padalah kehidupan didunia ini tidak pernah lepas dari permasalahan lahiriyah dan non lahiriyah dimana keduanya memiliki porsi yang seimbang.

Bertolak belakang dengan metode-metode Al-Quran yang menerangkan cara-cara meningkatkan kualitas ketaqwaan kita yang mudah dicerna dan menunjukan ke universalan ajaran Tuhan tanpa mengkotak-kotakan tingkatan baik starta sosial ataupun pemikiran, ma’rifat yang sering dibahas oleh sufisme kerap menuntut kita memahami sesuatu yang sulit dipahami dan memang tidak tidak dapat dipahami dalam kacamata seorang mahluk, menggunakan kacamata bathin.

Agama ini untuk orang yang berakal. Dengan akal kita disuruh memahami ayat-ayat Tuhan, bukan dengan bathin.  Selain itu agama menyeru kita kepada hal-hal sederhana yang mudah dipahami dan dipraktikan tanpa perlu teori yang berbeli-belit dan inilah sifat universalnya agama (tentunya agama Islam) yang terbebas dari unsur mitos dan hal-hal tidak masuk akal serta kontradiktif seperti yang telah terjadi pada agama-agama lain.

Mengingat perbedaan pemahaman tentang ma’rifat yang sudah mengkristal dan melahirkan banyak aliran-aliran yang mengklaim bahwa ilmu ma’rifat sebagai satu-satunya metode menuju jalan teragung menuju Allah SWT terlepas dari akhirnya menjadi tidak rasional sekalipun, maka bahasan Ma’rifat yang terkait dengan terminologi lainya teruatama sufisme akan kita bahas pada bahasan kusus.

Istilah ma’rifat dapat difahami ketika diartikan sebagai kondisi dimana kita memahami agama  berdasarkan pengetahuan yang benar karena ini akan dapat membawa kita kepada  ketaqwaan, bukan sebuah tingkatan dimana manusia merasa dekat dan bahkan menyatu dengan Tuhan seperti ucapan-ucapan yang kurang pantas para tokoh sufisme yang kontroversial seperti “anal haq”, “wahdatul wujud” dan lain sebagainya.

Ma’rifat dalam beberapa aliran sufi telah menjadi sebuah ideologi tersendiri yang bertentangan dengan Al-Quran. Salah satunya adalah keyakinan bodoh mereka bahwa seseorang bisa melihat Allah ketika di dunia. Sedang Al Qur'an menyangkal semua ini. Sebagaimana kisah Nabi Musa yang ingin melihat Allah, artinya: " Rabb berfirman: "Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihatKu, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. (QS. 7:143)

Lebih lanjut, umumnya kaum sufi punya keyakinan bahwa dunia dan seisinya diciptakan karena Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam padahal Allah telah berfirman bahwa jin dan manusia diciptakan adalah untuk beribadah.

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Adhariyat:56)



Wallahualam bisawab


Oktar Achmad

Posted in

, ,

Spread the love